Rabu, 25 Mei 2016

Kelak

“Kamu akan menjadi orang hebat. Mudah mudahan kamu mendapatkan perempuan yang lebih hebat dariku.”

Dek, kata kata ini bukanlah penyemangat bagi lelaki yang engkau tinggalkan  setelah memilih pergi bersama lelaki lain.
Perlahan perlahan engkau membunuhnya. Sedikit demi sedikit kesedihan menenggelamkannya.

Tapi ingat dek.

Jika ia mampu keluar dari semuanya. Kemudian suatu saat menjadi orang hebat. Dia lah lelaki hebat sebenarnya. Lebih hebat dari lelakimu itu. Tentu orang hebat akan mendapatkan perempuan yang hebat pula. Perempuan yang sudah pasti lebih hebat darimu. Seperti yang kamu inginkan dulu.

Perih rasanya dek? Memang. Tapi belum seberapa dengan perih yang kau goreskan.

Senin, 04 April 2016

Ada apa dengan Dinda?


Dinda, ntah apa yang kau inginkan. Aku tak pernah lagi tanyakan. Sebab, tak ada inginmu menceritakan. Karena aku telah engkau campakkan. Aku hanya mengungkap rasa lewat kata yang mengalir begitu saja. Apakah ini hanya sangkaan rasa? Aku tidak tahu. Kini, aku hanya seseorang yang tak pernah berhenti untuk mengurai rasa hati. Menggores kan tinta dari cerita cinta yang kau ajari. Goresan lelaki atas  rasa yang kau singgahi, setelah lelah lalu kau pergi.

Dinda, mengapa hidup begitu menakutkan bagimu? Apakah aku tak cukup memperjuangkanmu? Bagaimana kamu bisa mengatakan aku hanya menyia nyiakanmu? Aku tak pernah mengira kata itu keluar darimu dinda. Aku pun tidak sadar bahwa ternyata aku telah melakukan hal diluar batasku untuk memperjuangkanmu. Melepaskanmu bukanlah hal mudah, ada rasa yang harus di paksa mengalah. Kamu tidak pernah tau tentang semuanya. Bagaimana mungkin kau tahu dinda, saat aku dalam masa sulit itu, kau lebih memilih mendekati lelaki lain.

Aku masih lelaki yang sama dinda. Masih bertahan untuk cinta yang sama. Hati yang sama, dan orang yang selalu sama.
Meski kamu tak pernah lagi mau bersama. Meski tak peduli atas rasa yang kau tinggal pergi. Aku masih lelaki yang setia, menyimpan harap cinta seperti saat kita se iya.
Ada apa denganmu dinda? Apakah dunia sekejam itu. Atau hatimu yang kejam?  Semoga ini hanya sangkaan rasa.

Ada apa dengan dinda? Untuk apa kau tanamkan cinta jika akhirnya hanya meluka. Untuk apa kau ajarkan setia, jika akhirnya kau pilih dia. Kau tusukkan benih benih setia di dasar jantungku, namun kau cabut paksa dari tubuhku. Kau tanamkan bulir rasa dalam dalam di hatiku, namun kau bunuh asa mata bathinku. Jika memang hanya meluka, mengapa kamu harus berdiam lama? Dinda, teramat sangat kamu melukaiku. Namun, aku tetap mencintaimu.

 

Jumat, 01 April 2016

#Secangkir Kopi



Kopi, banyak cara untuk menikmatinya. Berbagai cara untuk menyajikannya. Tapi kopi adalah kopi, yang memiliki rasa pahit. Bagaimanapun kamu mengemasnya, kamu tidak akan bisa menyembunyikan rasa pahitnya. karena kopi tetaplah kopi.

Bagaimana dengan hati yang di tinggal pergi. Hati tetaplah hati, bagaimanapun kamu mengemasnya ia tetaplah hati yang tersakiti. Tidak peduli wanita pun lelaki. Hati yang ditinggal pergi tetaplah memiliki rasa sendiri. Meninggalkan goresan abadi.

Untukku. Meskipun hati tetaplah hati. Namun, untuk ia yang pergi, akan selalu menetap dihati.  Meratui hati, sampai nanti. Sampai tak ada lagi rasa pahitnya kopi.

Daun


bulir embun pagi tak pernah takut meninggalkan daun indah di pagi hari
meski mentari memaksa ia harus pergi
daun nan indah pun tak pernah gusar pada mentari
meski sendiri, baginya pergi bukanlah pilihan hati

siapa sangka ada tetesan hujan berlabuh tiba tiba?
hujan, begitu menggoda untuk dedaunan dikala kemarau melanda
menyegarkan, menghibur duka nestapa
tentunya melepas dahaga, hingga meluluhkan setia
tapi daun setia bukanlah wanita yang seperti dia

lihatlah, pagi mana yang kau temui daunan tak berembun?
serumpun, dua rumpun bahkan pohon pohon rimbun
terlihat selalu anggun saat engkau terbangun
sejauh mata memandang, sejauh hati menjadi tertegun

duhai, bulir embun pagi nan malang
mentari begitu kuasa untuk kau tantang
hujan begitu perkasa untuk kau hadang
tapi..
beruntungnya dirimu, daun setia tetaplah menunggu
hingga malam malam datang, ia tetaplah menantimu

semua mengalir dengan seadanya,
karena setelah siang, akan datang malam - malam bersamanya
semua terjadi begitu saja
karena setelah siang akan ada malam malam bersahaja

daun setia, tetaplah bersama bulir embun pagi
genggam jiwa dan hati
jangan seperti perempuan setengah hati
saat lelah lalu pergi



Rabu, 30 Maret 2016

Setia?

Ada yang setia, mengajarkan kesetiaannya
Ada yang tak setia, ia pergi segera
Ada yang setia, mencintai cintanya, hingga mengucap "janji setia"
Pun yang tak setia, mencintai cintanya, tapi dengan cara berbeda
Mau yang mana saja, ia tetap lah menggores luka

Karena yang setia, suatu saat ia akan mengucap "janji setia"
Mencari cinta, yang tentu bukanlah membuatnya menderita
Rumitnya cinta, hanya melelahkan saja

Janji setia, tidak serta merta untuk yang di cinta, bisa saja dia atau dia
Maka, berharap pada manusia hanya meluka

Yang setia, segelintir saja yang mau ber-janji setia
Selebihnya, hanya menggores luka.


Ini Harimu, Tapi Ada Pilu Dalam Rindu


Jelas, sebagai insan perasa tidak akan pernah kisah ini luput dari kenangku. Bahkan seketika ia mengurai kembali kisah lama yang menjelma menjadi rindu. Hari itu, setahun silam. Sebuah romantika cinta yang kupersiapkan untukmu. Selalu ada skenario – skenario haru yang kupersiapkan untuk hari – hari special dalam hidupmu. Membuatmu menangis, tersedu. Meringis, teriris. Namun di saat itulah gelak memuncak. Dalam tangismu ada suatu keindahan tersendiri dalam bathinku. Kejutan. Masih ingat dengan lembaran – lembaran kisah ini dinda? Selalu ada kejutan dalam rajutan cinta, Ia sederhana. Namun begitu berharga, Kadang hanya lewat suara, atau diam yang lama. Hingga ku kunjungi kotamu, hari itu, setahun silam. 
Aku melihat raut wajah merona, bahagia. Baru kali ini aku melihatmu sebahagia ini. Sekali – kali aku mencuri, melirik senyummu. Kadang, tersungging merekah, terpesona dengan kehadiranku yang tiba – tiba di hadapmu. Kamu merasa berharga. Aku juga merasakan hal yang sama. Memang, tidak ada bungkusan mewah dengan harga wah. Ataupun ritual khusus bernuansa romantis. Hanya aku dan kamu di hari itu, setahun silam. Ya, bertahun – tahun kita bersama, belum pernah aku membersamaimu mengenang hari lahirmu. Jarak yang memaksa kita untuk itu. Namun rasa tetap mendamaikannya. Hingga, kurelakan lelah mengalah, ku paksakan waktu memberiku ruang untuk sebuah kenang yang tidak akan terulang. Hanya untuk mengunjungimu dan membawa kejutan sendu tapi merindu.

Hari ini pun tiba dinda. Kembali mengurai memori lama. Seperti sedia kala, aku menantikan hari ini. Mempersiapkan segala cara demi rasa bahagia untuk dinda. Meskipun sederhana, hatimu menerima, dengan suka hingga bahagia. Itulah kamu dinda, berbeda dengan mereka. Namun kali ini, bukan dirimu yang berbeda. Rasaku berbeda, semua dalam balutan rindu nan pilu, penuh semu yang tak menentu. Ingin ku buncahkan semua rasa rindu, bercerita dalam – dalam, bercanda hingga larut malam. Hingga jarum – jarum kecil di jam dinding itu, menyemangatiku. Seolah mengisyaratkan, ayolah ini hari bahagianya. Detak – detikny bagaikan gelitikan manja yang mendarat dibelakangku. Sepertinya ia tersenyum sambil tersipu. Ku balas dengan memandanginya. Terlihat, perlahan ia mendekati angka bertuliskan garis saling bersilang ditemani dua garis lurus berdiri tegak. Sempurna, aku bergumam kecil dalam hati. Mungkin detik – detik ini tidak akan ditunggu banyak orang, andaikan salah satu dari mereka tidak lagi saling mendamping. Entah apa jadinya? Bagaimana denganku saat kamu tak lagi bersedia seiring? Sejenak aku tersentak dari lamunan kecil ini. Detak detik jarum jam yang semakin mendekat, kembali menggoda sesaat. Ayoklah, sudah waktunya, saatnya kamu ucapkan doa untuk ia di hari ini.  Seperti ada semangat baru, harap baru nan haru. Pelan – pelan ingin kutuliskan sebuah pesan singkat untukmu. Ah, seketika detak jantungku mengikuti irama detak detik jarum itu, semakin kencang, nafasku terengah resah. Seperti ada pilu yang menyayat dalam – dalam. bathinku berkata bukan. Bukan aku lagi. Aku terdiam, dalam – dalam. Terenyuh rasa rindu yang mengelabu, rindu dalam balutan pilu.

Mungkin saat ini, adinda sedang tertawa mesra. Berdua dalam cerita asmara. Membuat ukiran baru diatas halaman goresan – goresan kisahku dulu. Hari ini, bukan aku lagi. bukan seperti hari kemaren, tepat setahun silam. Dalam larutnya malam, hatiku terbenam yang ntah sampai kapan bersahabat. Mungkin sampai aku tenggelam, menusuk rasa dalam kelam. Sejenak, senyum merona nan indah dari wajahmu terlintas. Menambah pilu. Ia bukan lagi untukku. Malam ini, kamu berikan untuknya. Iya kan dinda? Dalam diam, aku merasakan rasa kelam nan dalam , mengalahkan larutnya malam. Mungkin esok, mentari pagi tersenyum untuk memampah malam menghilangkan kelamnya. Tapi tidak denganku, mentari pagi tidak seromantis itu untuk kelamku. 

Perih. Kutahan agar ia tidak melahirkan dendam. Kusekat sekat dengan genggam agar aku tidak tenggelam dengan tetesan – tetesan kecil. Tetesan kecil yang lihai menelusuri dua celah dangkal di sisi dalam bola – bola mata ini. Kemudian ia menelusuri puncak hidung, meliuk – liuk mengitari lembah dibawahnya. Hingga bermuara sampai ke celah bibir. Rasa asam asin pun menusuk – nusuk di sisi sisi samping lidah. Begitu cepat aliran rasa ini, mengalir berserakan dalam tubuh. Menyusuri satu persatu bagiannya, ,menyengat. Bagaikan aliran listrik yang kapan saja bisa mematikan. 

Tidak. Luka yang belum sembuh, tidak akan ku bumbui dengan rasa asam asin itu. Tidak ada airmata malam ini. Hanya menambah perihnya saja. Ku tangguhkan diri, meskipun suasana berbeda. Karena aku ingin menahan rasa.
Ku bersimpuh, menengadahkan tangan, memanjatkan doa dalam lirih lirih pintaku. Ku tundukkan wajah. Tersungkur, jatuh, larut dalam do’a – do’a terbaik untukmu. Bahagia disana ya dinda. Semoga Allah menjagamu dihari yang semakin menuanya usiamu. Barakallahu..

March, 29th 2016